Aborsi dan Gereja Katolik

Gereja Katolik menentang segala bentuk prosedur aborsi atau [ pengguguran kandungan] yang tujuan langsungnya adalah untuk menghancurkan embrio, blastosis, zigot atau janin (fetus), karena berpegang pada keyakinan bahwa "kehidupan manusia harus dihormati dan dilindungi secara mutlak sejak saat pembuahannya. Sejak saat pertama keberadaannya, seorang manusia insani harus diakui hak-haknya sebagai seorang pribadi, di antaranya adalah hak untuk hidup yang tidak dapat diganggu gugat yang dimiliki setiap makhluk tak bersalah."[1] Namun, Gereja Katolik juga mengakui bahwa tindakan-tindakan tertentu yang secara tidak langsung mengakibatkan kematian janin dapat dibenarkan secara moral, seperti ketika tujuan langsung tindakannya adalah pengangkatan rahim dengan sel kanker.

Kanon 1398 dalam Kitab Hukum Kanonik 1983 menjatuhkan ekskomunikasi secara otomatis (latae sententiae) kepada umat Katolik Latin yang "melakukan aborsi dan berhasil",[2] ketika kondisi-kondisi yang tercantum dalam Kan. 1321-1329 terpenuhi untuk dapat terkena "sanksi pidana" tersebut.[3] Umat Katolik Timur tidak terkena sanksi ekskomunikasi otomatis, tetapi, berdasarkan Kanon 1450 dalam Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur, mereka diekskomunikasi melalui dekret apabila didapati bersalah atas perbuatan yang sama,[4] dan mereka hanya dapat menerima pengampunan atas dosanya melalui uskup eparkial saja.[5]

Selain mengajarkan bahwa aborsi adalah tidak bermoral, Gereja Katolik juga kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan publik dan melakukan tindakan-tindakan untuk menentang legalitasnya.

  1. ^ (Inggris) "Paragraph 2270", Catechism of the Catholic Church, Second Edition, Libreria Editrice Vaticana, 2012 
  2. ^ (Inggris) Code of Canon Law, canon 1398
  3. ^ (Inggris) Code of Canon Law, canons 1321-1329
  4. ^ (Latin) Code of Canons of the Eastern Churches, canon 1450 §2
  5. ^ (Latin) Code of Canons of the Eastern Churches, canon 728 §2

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search